Kayak kurang kerjaan aja!
Kalimat itu mungkin pantas diberikan untuk angkatan yang satu ini, bayangkan aja sudah ada acara rutin pengajian, buka puasa, halal bi halal, bakti sosial, pelesiran, kuliner, dana sosial, dana bergulir, sepeda bareng, eh ada lagi acara baru silahturahmi kepada guru. Bagus sih, kita bersilahturahmi nggak harus saat sang guru sakit.
Kali ini berkunjung ke rumah ibu Salmah Bahweres, guru bahasa Inggeris yang kebaikan dan kesabarannya sudah tersohor. Ibu Salmah di usia 70 tahun tetap sehat dan panca indra beliau masih berfungsi dengan sempurna, alhamdulliah!.
![]() |
|
Sayangnya aku nggak bisa bertemu dengan bu Salmah karena selepas mengantar anakku kuliah aku ada acara sarapan bersama seorang blogger yang juga guru besar di bidang transfer panas yang memberi masukkan untuk penyempurnaan heat exchanger garapanku. Tapi yang diperbincangkan tidak hanya itu, tukang pijat juga jadi bahan pembicaraan, “Men, elo tulis deh di blog elo bahwa kalau pijat itu pusatnya di punggung, entar gue forward ke temen-temen gue”, seolah ada kode etik tak tertulis bahwa sesama blogger dilarang saling mendahului.
Lokasi sarapan di Kemiri, Pejaten Village, nggak disangka tempat ini juga menjadi arena reuni kelasnya Bil, Heru dan Dora Smandel 86. Dunia memang sempit! Bisa dibilang begitu tetapi dunia tidak hanya sebatas celana kolor.
Berhubung aku nggak ke rumah bu Salmah aku nggak bisa bicara banyak tentang beliau, sebagai penganti obat kangen aku tulisankan cerita M Fajar Sy, jago matematikanya Smandel berikut ini. Baca ya! Baca donk!.
Bagiku tempat yang paling nikmat untuk berleye-leye adalah ruang PMR yang menyediakan tempat tidur lipat, kalau sudah berbaring di atasnya serasa Smandel hanya aku yang punya.
Mataku tinggal 5 watt ketika tiba-tiba pintu ruang PMR terbuka, wajah yang tak asing muncul di samping daun pintu, bu Salmah. Alamak! Lagi tiduran kepergok guru.
“Kamu sakit ya?”, bu Salmah membuka pembicaraan. Aku hanya mengangguk.
Jangan terburu-buru menuduhku berbohong! Aku barusan memakai bahasa isyarat salah satu suku di Afrika yang mengangguk artinya tidak, sedangkan menggeleng mengiyakan. Bu Salmah kan nggak bertanya bahwa aku tadi memakai bahasa isyarat internasional apa nggak.
Di luar dugaan bu Salmah tidak menaruh curiga bahkan canderung perhatian, beliau meminta kawan PMR yang kebetulan ada di ruangan itu untuk membuatkan aku teh manis hangat agar aku mendapatkan asupan energi. Lumayan sudah tidur-tiduran dapat teh manis hangat pula!.
Setelah mendengar kalimat bu Salmah, aku dan kawan PMR saling baku pandang, bedanya aku memandang kawan PMR sambil cengar-cengir sementara kawan PMR memandangku sambil melotot.
No comments:
Post a Comment