Sunday, December 14, 2008

Glep judulnya

Guru yang kurus tinggi berkacamata selalu bermotor Lambretta tua kalau ke sekolah bernama Sunyoto. Jika diperhatikan dengan seksama cat biru tuanya terdapat tarikan kuas yang rapih, mungkin dicat sendiri oleh beliau, maklum pak Sunyoto kan guru gambar. Di beberapa bagian cat yang terkelupas terlihat beberapa warna menandakan si Lambretta sudah berkali kali ganti warna. Mesinnya selalu tokcer dan terawat pantaslah kalau beliau juga menyandang guru mesin yang termasuk pelajaran pilihan.
Kelasku 2 IPA 8 kumpulan anak urakan, tapi kalau kompaknya jangan ditanya deh. Hampir setiap malam mingguan berombongan naik gunung walaupun itu kegiatan terlarang, bahkan pernah ngerayain ulang tahun teman satu kelas naik gunung (pertama di smandel, paling nggak itu kata Danar).
Di kelas ada stereo sound system bawaan teman (rasanya pertama juga di smandel), kali ini setelah memberi tugas pak Sunyoto mengijinkan untuk mendengarkan musik, lantas beliau meninggalkan ruangan.
Satu satu pada keluar nyari jajanan, lama lama tergoda juga iman. Aku beli gorengan tahu isi di kantin. Celakanya pas pak Sanyoto lewat di depan muka pas itu gorengan glep masuk ke dalam mulut.
Hasilnya di buku nilai di belakang namaku ditambah tulisan Makan, lengkapnya Chormen Makan, seolah Makan menjadi margaku.
Untungnya aku hanya mengangap ringan, pak Sunyoto baik pasti bukan guru pendendam. Aku jadi senang menggambar. Gambar proyeksi dan persektifku masuk hitungan, pak Amri yang juga guru gambar pasti membenarkan.
Kebetulan aku lewat kantor saat pak Sunyoto selesai memeriksa ujian menggambar, pak Amri menyapanya.
“Yang paling bagus Chormen ya?”
“Iya” jawab pak Sunyoto.
“Eh itu orangnya lewat”
Sumpah seneng banget dengernya, pingin buka baju deh, soalnya serasa jadi sempit.
Gara gara glep aku punya nilai menggambar 9 (sembilan) di atas ijazah SMA terbaik di Indonesia
(Pesan moral : waktu pelajaran jangan jajan gorengan tapi yang lain, biar nggak glep gitu loh!!)

Andai kau tahu ...

Guru kimia organik yang bernama ibu Diah paling pantang kalau saat beliau menerangkan ada yang tidak memperhatikan. Ibu guru ini punya kebiasaan melontarkan pertanyaan kepada murid yang berani menatap matanya, makanya setiap beliau mengajar semua murid selalu (berpura pura) memperhatikan papan tulis.
Oh iya kebiasaan lain di kelasku 3 IPA 4, kalau pertanyaan tidak bisa dijawab oleh teman-temanku akhirnya selalu dimuntahkan kepadaku. Untungnya sejauh ini bisa kuatasi.
Kali ini pertanyaannya sangat sukar, aku panik sekali, tanya kanan-kiri, depan-belakang, takut terkena muntahan pertanyaan, untungnya Eko yang Ketua OSIS tahu jawabannya, ditulisnya di secarik kertas untuk kupelajari.


Teman sebelahku berbisik bahwa bu Diah menatapku, artinya sudah saatnya pertanyaan itu jadi milikku. Beliau menunggu tatapanku sementara aku selalu menghindarinya, serasa pertempuran udara tengah berlangsung, bak dog-fight layaknya, bu Diah pemburu sedang aku mangsanya. Mataku menjelajah kemana mana lihat papan tulis, catatan, pura pura membetulkan bolpen, dll, sementara si pemburu berpegalaman berjalan di koridor kelas menanti dengan sabar, sampai akhirnya mataku tak sengaja menatapnya, aha, kena kau, mungkin begitu pikirnya.

“Iya ........ kamu” tatapannya yang tajam seolah mengancamku untuk segera menjawab.
Ceritanya bisa ditebak, aku bisa menjawab pertanyaannya, giliran bu Diah bingung sediri.
“Jadi heran, yang memperhatikan nggak mengerti, justru yang saat dijelaskan ngobrol sana sini mana matanya jelatan kesana kemari malah bisa” katanya.
Bu Diah, andai kau tahu .............................

Guruku, sahabatku

Saat di kelas 3 IPA 4 aku punya pemuja rahasia seorang cewek sangat muda sebut saja Bunga yang baru kelas 3 di salah satu SMP negeri di Jakarta Selatan, berawal dari telpon iseng aku isengin juga, akhirnya terus berlanjut dengan saling curhat. Bunga pernah melihat tampangku, kayak Franco Nero, katanya kalau gombalnya keluar, sedangkan aku belum tahu bentuk rupanya.

Aku cerita kepada sahabatku pak Didin yang juga guru biologi, katanya nggak apa apa punya pacar anak SMP yang penting aku harus bisa membimbing, so........ go get her lanjutnya memberi semangat.
Added 20 March ·  · 




    • Rosana Harahap aneka gaya beneran nih .... @Diah : ngapa'in tuh pake' .." au ooooo " begitu ... hehehehe
      20 March at 21:56 ·  ·  1 person

    • Luckman Djaya Kreshna baru mau nambahin comment...udah keduluan...
      20 March at 22:08 · 

Setiap pukul 5 sore pasti telpon rumahku berdering, nggak ada yang mau mengangkat, percuma mereka pikir pasti telpon dari Bunga untukku.Kalau ada yang mengangkat nggak lama kemudian pasti ada teriakan, "Meennn ..........! Bunga".

Hubungan kami serasa semakin dekat apalagi setelah Bunga bercerita bahwa dia hamil dan ingin tetap mempertahankan bayinya.
"Eh ... !!!! Nggak begitu caranya .....!!!! Menuduhku yang nggak-nggak ... ! Mana bisa perempuan hamil gara-gara telpon-telponan, nggak pernah belajar Biologi ya?"

Suatu sore datang pacarnya yang juga calon ayah si bayi ke rumahku, ternyata teman mainku saat kecil, ia meminta aku tidak berhubungan lagi dengan Bunga walaupun sekedar melalui telpon. Seminggu kemudian Bunga tidak pernah menghubungiku lagi.

Aku kehilangan sahabatku yang belum pernah kulihat, Bunga, tapi tidak dengan sahabatku pak Didin. Senang sekali punya guru yang juga sahabat, sayangnya adik kelasku banyak yang tidak mengenal beliau karena tak lama setelah aku lulus, guru ini wafat di usia muda.

Petuah beliau yang diucapkan di muka kelas dan kepadaku secara pribadi selalu kuingat, agar kita menjadi superitas sejati yang artinya kita berbuat biasa saja tetapi orang lain melihatnya luar biasa, bukan superitas semu yaitu kita merasa luar biasa, padahal orang lain melihatnya tak ada apa apanya.

Kalau kamu penasaran ingin tahu tampang aku waktu SMA yang kayak Franco Nero, si pemeran cowboy Django, seperti kata Bunga lihat aja poster di atas.
Kalau diperhatiin sih nggak mirip-mirip banget ................, masih gantengan aku dikit!



----------

Chormen, gw belum ngerti apa hubungan Bunga, Pak Didin, Franco Nero dengan Foto Didut lagi teriak, mohon penjelasan. (Himawan)

Hahaa...bisa aja Iwan bikin gw ketawa... Chormen, mustinya di crop aja tuh fotonya biar fokus ke wajahmu yg tampak samping seperti poster Franco Nero tea...hmm.. 
Makasih tulisannya ya Men, jadi tau mengenai pak Didin dan pesannya ttg superitas sejati... (Chalis)

Iwan,
Hehehehehe ...(numpang ketawa dulu nih) ... 
gunakan imajinasimu dong ah .... cari benang merahnya.
Chalis,
Lebih siipp lagi kalau foto Chormen tampak samping (yang jaman sma aja kalee) disandingkan dengan poster Franco Neronya... 
Biar skalian terlihat jelas (baca: terbukti)  kemiripan atau kelebihan gantengnya the O  ...  hehehhehe. (Rosana)

Chalis,
Masukan bagusnya akan ditampung oleh Chormen, setelah itu dikemanain sama Chrmen...nggak tau deh.
Rosana,
Udah dicari nih benang merahnya diwarung, dapet.....kesimpulannya tetep seperti yang udah-udah....Chormen..." Narsis " hihihi.
Piiis Bang Omen. (Himawan)

Kak Ana...kak Ana,...
Emang perlu daya imajinasi kuat banget, supaya wajah si Franko Nero berubah jadi si Chormen....perlu dibayangin proses yang terjadi, apa Franko Nero jatuh dari jurang, ketabrak bajaj, atau apa.... (Hernowo)

Hernowo,
Itu cita2nya Chormen. Tks sharing foto 3ipa4 nya. (AN)

Iya Wo..gw udah coba konsentrasi semaleman supaya berubah tapi yang muncul Ferangko ......peace man....( Wakwak Jfree)

Wkwkwkwkwkwkw... Paaas kaleee.. (Chairul)


Inget cerita ato ulasan/ artikel di koran, Men, khususnya untuk korban perkosaan biasanya nsama dirahasikan, maka dibilan gdi koran tsb, "sebut saja si Bunga namanya..."
Thx Men, pencerahan loe, masih ditiunggu kisah2 pemuja2 Franco Nero yang lainnya ye...
Sebenarnya gue pemuja loe juga Men, sayang waktu itu rumah gw belon punya tel, padahal pingin banget tel2an juga sama loe. Sebab gw gak mungkin hamil khan...? (Sulis)

Ati2 dah...
Klo telpon2nan bisa bikin hamil brarti yang cowo lebih mungkin lagi untuh hamil.
Ħέ:pĦέ:pĦέ:pĦέ:pĦέ:pĦέ:p. (Ekasakti)

hahaha... chormen, notesnya unyik-unyik (saking uniknya tuh),
gara-gara baca notes ini, jadi ingat waktu gue kelas 2 ipa 10 juga
punya secret admirer... anak kelas 6 SD!
well, nggak begitu secret sebenarnya, karena anak ini (meski badannya bongsor, tapi temen main adik gue) malah sempat bbrp kali kirim surat cintrong ke gue. Ya oloohhh... 
sayang gue nggak kenal pak didin buat curhat, men. (~a~)

Hehehehe..jadi karra punya kakak toh ? (Inka)

Jd smp skarang sdh terbayang terus ya. Suka muncul dlm mimpi, hehe (Toety Emmydiarty)

Ujungnya gimane? (Hayanto Hadiwijoto)

Kepala Sekolahku perhatian sekali


Aku hari ini giliran piket harus mengambil kapur di kantor, di luar kelas, 2 IPA 8 ,yang biasanya ramai kok kali ini sunyi senyap, saat aku keluar kelas langsung berhadapan dengan bu Hilma, pantas saja koridor sunyi.
Ibu Kepala Sekolah ini meminta penjelasan mengapa aku keluar kelas, dan meminta segera kembali setelah mengambil kapur.
Sebelum memasuki kelas bu Hilma menanyakan namaku, temanku satu kelas iba karena namaku dicatat Kepala Sekolah, padahal belum tentu maksudnya buruk kan?
Sejak itu setiap berpapasan dengannya aku selalu memberi salam dan tersenyum sebaliknya ibuku ini selalu berkata “Kamu pasti .....” ditambah dengan menyebut namaku dengan fasih. Bangga deh dikenal Kepala Sekolah.
Suatu saat di dalam jam pelajaran sekolah, melalui guru piket bu Hilma memanggilku, gempar satu kelas dibuatnya, ada apakah gerangan?
Rupanya ibuku ini memperhatikan prestasi belajarku yang sudah tidak gamang lagi dengan metode pembelajaran di sma, pembicaraan lain tidak perlu aku tuliskan, takut dibilang ujub. Senang ya punya Kepala Sekolah yang perhatian.
Ternyata aku dipanggil beliau tidak hanya sekali, kali kedua setelah bu Hilma mengetahui kelas kami akan mengadakan pertunjukan pada acara perpisahan kelas 3, drama musikal Mencari Tempat Berpijak judulnya.
Ibuku menawarkan pakaian koleksi sekolah yang berbagai model, ukuran dan warna supaya menghemat pengeluaran, objektifnya.
Ketika amanah tersebut kusampaikan kepada temanku, mereka terpeganggah
“Apaaaa ..........??? Kita manggung gaya diskoan pake kebaya ...???????????”.

Olah raga nggak karuan

Kegilaan kadang datangnya seketika, kali ini setelah senam bersama, pak Ugi meminta kami berolah raga bebas, perempuan menempati lapangan volly, yang laki lapangan basket, gerendengan muncul karena ada yang tidak kebagian, aku paling tak tahan dengan yang seperti ini. Kuajak semua masuk lapangan membuat 2 kelompok untuk bermain rugby Apadela (anak dua ipa delapan), biar lebih gila kelompok yang kebobolan pertama harus buka baju. Untungnya bukan kelompokku.
Pokoknya olah raganya norak banget, ada dorong dorongan, sikut sikutan, tarik tarikan, mana badan pada kurus dan tulang belulangnya pada kelihatan, tapi semuanya gembira.
Begitu bel istirahat berbunyi yang telanjang berlarian nyari baju, sambil teriakan lari ke kelas, takut malu dilihat kelas lain. Pak Ugi dikejauhan hanya geleng geleng kepala.
Brifing olah raga minggu berikutnya pak Ugi bilang kalau beliau senang kelasku kompak waktu olah raga walau nggak tahu olah raga apa yang dimainkan.
Perhatian beliau bertambah, saat try-out di BR beliau hadir dan saat class meeting memberi pengarahan tidak dari pinggir lapangan tapi di koridor tidak enak dilihat kelas lain katanya.
Pantas kan kelasku juara umum class meeting, pak Ugi sendiri yang turun tangan.

Ada chemistry dengan ikan

Guru yang mengajar selalu santai dan tak pernah marah, saat itu satu satunya guru yang bergelar insinyur yang diperolehnya dari IPB.
Masa muda beliau sangat sulit karena tertimpah musibah untung ada yang menolongnya, dan keluarga si penolong ada di kelasku, jangan jangan itu penyebabnya beliau nggak pernah marah di kelasku.
Mendekati ulangan umum temanku itu menjadi incaran, kali kali aja dapat bocoran.
Mungkin karena urat iseng terpatri erat di tubuhku, di Laboratorium Biologi kuambil ikan yang sedang kubedah untuk kuperagakan kepada teman teman seolah aku sedang berciuman dengan sang ikan, eh tiba tiba ada yang sengaja mendorong tanganku sehingga ... yak, bibirku menyentuh bibir ikan yang dower dan amis, malu banget karena semua menertawakan apalagi ada yang menambahkan “Kalau nggak punya pacar, nggak punya pacar aja jangan bibir ikan jadi pelampiasan”
Mungkin gara gara berciuman dengan ikan gambar anatomi ikanku jadi patokan, pak Dasuki selalu meminta temanku mencontoh gambarku. Gara gara ada chemistry dengan si ikan yang kucium kali ya.

Umar Bakri

Sewaktu di 2 IPA 8 kami mempunyai wali kelas yang mirip banget dengan lirik lagu Umar Bakri milik Iwan Fals, beliau punya nama bapak Sachroni yang pergi dan pulang sekolah menggowes sepeda kumbang alias sepeda ontel kalau jaman sekarang kita sering menyebutnya. Walau memiliki mobil, sepeda tetap menjadi kendaraan favoritnya.

Bila guru lain berganti scuter bapak yang baik dan sederhana ini berganti sepeda, namun modelnya tetap sepeda kumbang, tapi bukanlah sepeda kacangan, sepeda baru pak Sachroni buatan Jerman, negeri yang pernah menjadi tempat menetap beliau bahkan saat menjadi wali kelas kami beliau cuti mengajar selama 3 bulan karena menunaikan tugas di Jerman, jadi paham kan kalau beliau fasih banget berbahasa Jerman.


Pak Sachroni tuh orangnya sederhana banget, alas kakinya aja sepatu sandal, tas kerjanya butut banget, ini bukan fiksi apalagi fitnah. Saking ibanya melihat itu tas butut diakhir masa jabatannya sebagai wali kelas Apadela kami menghadiahkan tas untuk beliau walaupun menyalihi pakem yang diberikan senior bahwa jangan memberikan hadiah tas kepada pak Umar Bakri, eh pak Sachroni, percuma nggak bakal dipakai kata mereka.

Suatu saat kami melihat pak Sachroni berganti penampilan, beliau menggunakan tas kerja hadiah dari kami, seneng banget rasanya, namun 2-3 hari kemudian beliau tampil kembali dengan tas bututnya.

Selain bahasa Jerman beliau mengajarkan kaum lelaki Teknik Mesin dengan lahan praktek truk bekas yang nongrong di parkiran sekolah. Sebetulnya sih bukan truk bekas tetapi lebih tepatnya bekas truk karena sudah tidak bisa jalan lagi. Eh, tapi kita juga punya mesin kijang baru sumbangan Astra untuk praktek.

Di tahun 1980 ada pameran indutri Jerman terbesar di Indonesia, Indogerma, berlokasi di Pekan Raya Jakarta – Monas. Sebagai pendidik merangkap wali kelas, guru Teknik Mesin dan Bahasa Jerman sudah pasti jiwa pak Sachroni terpanggil, beliau mengajak kami, Apadelaers, ke Indogerma.

Kebimbangan muncul, perginya naik apa?. Dengan nada khawatir kami menanyakan kepada beliau.
“Pak, kita kesananya naik apa?”.
“Kita kesana naik bis kota”, jawaban beliau sederhana, sesederhana penampilannya.

Mendengar jawaban tersebut sontak kami menarik nafas lega. Coba bayangkan kalau pak Sachroni meminta kami berboncengan menggowes sepeda sudah pasti gempor deh kaki kami semua.


ati aryasaputra

 


Terharu saya bacanya bagaimana dalamnya kenangan terhadap Bpk. Syahroni alm.
Kebetulan putrinya, adalah teman satu angkatan ('71). Bpk Syahroni sudah tiada di tahun 2002 karena sakit Hepatoma. Mengenang beliau putrinya cerita bahwa ayahnya termasuk pendiam sehingga sangat disegani di keluarganya, dan hobinya adalah membaca.

Kita doakan semoga almarhum mendapat tempat yang yang layak disisi Allah SWT.Amin. Saya yakin beliau akan bangga mempunyai anak didik yang berhasil.


budi susetyo

 



Thx udah mengingatkan ttg p Sachroni, ini gambaran guru ideal. Jd inget ttg guten morgan & ich liebe dich hehe....(dimana beliau skrg ya?)


kirul06@yahoo.co.id

 


..Top bang. Tak ada kata bekas untuk seorang guru


Chelly Kampai


Agak2 ngga rela cerita tentang pak Sachroni, my favorite class teacher, dikasih judul Umar Bakri. Bersepeda kumbang dan sederhana emang iya.. Tapi gw yakin pak Sachroni ngga akan kalangkabut lalu cabut cepat pulang kalo melihat murid2nya berkelahi...

Monday, December 8, 2008

Makin gemes aja

Pak Sachroni pergi ke Jerman selama 3 bulan yang menggantikan bu Frida yang masih mahasiswi, masih seger segernya dan baru pertama kali ngajar kala itu. Ciri khasnya dagunya sering berkeringat yang menambah kecantikannya. Sesekali dihapusnya dengan saputangan wanginya, ach jadi pingin dech jadi saputangannya.
Si Cantik belum bisa marah mungkin waktu pelajaran memarahi murid beliau tidak masuk kuliah. Kalau kami lagi malas belajar bahasa Jerman kami minta bu Frida menyanyi, maka ditulisnya lagu Du di papan lantas kami bernyanyi bersama, suaranya merdu melengkapi kecantikannya. Pantas kan kalau lagi naik gunung sering terdengar teriakan dari teman teman “Bu Frida I love You”.
Di sela pelajaran Si Cantik menghampiriku “Jangan ngobrol melulu dong!”, emang dasar iseng kujawab ringan “Suka suka aku” kala itu istilah suka suka gue lagi ngetop ngetopnya. Di luar dugaan bu Frida menjawab mesra “Awas ya” sambil tersenyum. Namun aku tak tahu apa yang dipikirkan di benaknya.
Di akhir pelajaran bu Frida memberikan kejutan “Minggu depan ulangan!”, seketika kubilang “Bu soalnya jangan susah susah dong biar kita pada bagus nilainya”.
Tak disangka bu Frida ternyata sudah mempersiapkan jawabannya dengan matang “Suka suka aku”, seisi kelas tertawa dan yang cantik ini memandangku sambil tersenyum seolah dendamnya terbalas sudah.
Sebelum keluar kelas si Cantik menghapiriku “Gantian” tambahnya.
Ach, bu Frida makin gemes aja dech jadinya.

Gue juga bisa kalau begitu

Malam minggu aku bersama teman sekelasku Aria dan Vivi, ditemani Lia, Nurul dan Avi naik gunung Gede, teman sekelasku yang lain tidak berani ikut soalnya Senin ulangan kimia. Minggu jam 10 malam pulang, paginya upacara langsung menghadapi ulangan pak Tatang.
Hasilnya satu kelas anjlok termasuk lutung, yang nilainya bagus hanya tiga orang, yang naik gunung itu jagoannya. Sejak itu gampang sekali aku mengajak temanku berpetualang.
Gara gara ulanganku bagus setiap mengajar pak Tatang melihat catatanku dahulu sebelum melanjutkan pelajaran. Kalau sudah begini persiapan haruslah matang.
Guru yang senang memberikan quiz kali ini memberi soal kimia di papan, siapa yang menjawab benar mendapat tambahan nilai 1 dari hasil ulangan. Aku bisa menjawabnya dan memperoleh janjinya.
Setelah selesai teman temanku bertanya kok aku bisa menjawab soal yang sulit seperti itu. Aku jelaskan bahwa sebelumnya aku ke kelas 2 IPA 6, ingat persiapan harus matang, aku diberitahu akan ada quiz dan diberikan soal serta jawabannya.
“Ach, curang! Gue juga bisa kalau begitu. Gue aduin pak Tatang ach!!!!”

Sapu tangannya banyak amat

Kalau pak Midon mengajar matematika tidak usaha khawatir tidak mencatat, bolos, makan, baca komik, dll. Guru yang tak pernah ngabsen ini asyik sendiri dengan dunianya.
Nulis sendiri, menjelaskan sendiri, ngapus papan tulis sendiri, seolah muridnya cuma satu, ya papan tulis itulah muridnya.
Kebiasaan beliau selalu bawa sapu tangan banyak. Kalau berkeringat diambilnya sapu tangan dari saku kanan celana dimasukan ke saku kiri. Kali ini sudah kulihat 3 buah coklat, kuning dan biru. Mungkin beliau bawa selusin serta saku celana kiri dan kanannya tersambung barangkali ya.

Galak dari hari pertama

Ibu Mariana sudah keluar galaknya sejak mengajar kami dari hari pertama, jujur sebel sekali rasanya terutama teman sekelasku sebut saja Putra.
Mungkin karena tidak tahannya ketika dimarahi bu Mariana, temanku Putra balik memarahi, tentu saja terkejut kami semua. Perang mulut terjadi, ternyata tidak sampai disitu Putra membalikkan meja, membanting kursi, dan mengelepar di lantai bak kesurupan atau ayan atau bahkan kombinasi ayan dan kesurupan.
Putra dibawa ke ruang PMR, sayangnya pelajaran yang menegangan terus dilanjutkan. Setelah kembali kedalam kelas kutanyakan kepada Putra mengapa dia mengelepar, jawabannya sederhana yaitu minta guru bahasa Inggris yang galak ini diganti, kalau alasannya begitu akupun mendukung.
Ibu Hilma datang ke kelas kami menangani langsung kejadian tersebut dan menasehati bahwa kelak di masyarakat kita akan menemui banyak karakter yang tidak menyenangkan, kesimpulannya guru bahasa Inggris tidak bisa diganti.
Sejak kejadian itu galaknya bu Mariana bukannya berkurang malah semakin menjadi jadi.

Masih untung nggak dibacok

Lima menit sebelum waktu istirahat berakhir aku masuk kelas, ternyata teman teman sedang buat tugas kesenian yang harus dikumpulkan berupa aransemen lagu Sarinande. Baru sebentar menyalin PR Iva sudah ditarik orang, cari yang lain begitu juga. Untungnya pas pak Amri masuk tugasku sudah selesai.
Cerita sebenarnya baru dimulai sekarang, ketika pak Amri mengumumkan akan memainkan salah satu aransemen. Semua teman memandangku, seolah yakin milikku yang dimainkan, karena ulangan harian teori kesenian beruntun aku mencetak nilai sempurna, aku berdoa semoga bukan.
Ternyata doaku belum terkabul, pak Amri menyalin tugasku di papan dan menyanyikan bersama, bisa ditebak kalau lagunya jadi tidak enak di telinga, sesekali pak Amri mita persetujuanku untuk mengganti nada, sudah pasti aku terima.
Guru yang berperawakan kecil dan berkumis tipis rapih ini menasehatiku untuk memainkan sebelum membuat notasinya. Reputasiku jago kesenian pudar sudah. “Masih untung nggak dibacok penciptanya” kata temanku menghibur.

Percaya kalkulator aja

Gunawan nama guru fisika yang bersuara pelan ini lama tidak terlihat, kabarnya mengikuti pelatihan, begitu kembali beliau tidak mengajar fisika tetapi kimia, banyak temanku berkomentar diajar Fisika aja nggak mengerti apalagi diajar kimia.
Kali ini pak Gunawan memberikan ulangan yang kuingat tentang mol molan, soalnya berupa hitungan, untungnya kami semua boleh memakai kalkulator.
Seorang temanku sebut saja Deden senang sekali bersaing denganku, sebelum kertas ulangan dikumpulkan dicocok semua jawaban dengan ulanganku, cocok semua, hanya saja perbedaan diangka pembulatan.
Hasilnya aku betul semua sedangkan Deden salah setengah dari 3 soal. Protespun diluncurkan, dipinjamnya kertas ulanganku, bersama ulangannya diperlihatkan kepada pak Gunawan.
“Pak ini kan semuanya sama kok saya disalahin” Deden berkata.
Pak Gunawan menjawab perlahan “Beda, punya kamu dua angka dibelakang koma, sedangkan yang ini lengkap angkanya (baca: sesuai dengan angka yang keluar di kalkulator)”.
Pak Gunawan oh pak Gunawan, masa Cuma gara gara dibulatkan jadi salah.

Kata pak Gustiar aku anak pungut

Pak Gustiar salah satu guru biologi di kelas 3 kali ini mengajarkan tentang golongan darah, ketika diberikan kesempatan bertanya, akupun tidak menyiakannya. Kutanyakan kasus ibuku yang bergolongan darah AB dan ayahku bergolongan darah O, kenapa aku bisa bergolongan darah O, harusnya anaknya A atau B.
Pak Gustiar berkesimpulan golongan darahku salah, padahal aku baru saja periksa di Laboratorim Biologi sekolah golongan darahku O. Kalau begitu ... kata pak Gustiar lagi ......... kamu anak pungut.
Predikat anak pungut melekat cukup lama padaku.
Baru baru ini ibuku memerlukan tranfusi darah, ternyata golongan darah ibuku A jadi anaknya bergolongan darah A atau O.
Pak Gustiar, aku bukan anak pungut ternyata.

Nggak ada duanya

Pagi hari pak Gustav merupakan teman Nkami menuntut ilmu, siang hari menjadi pegawai tata usaha, malam hari tinggal bersama pak Oher penjaga sekolah, semua kebijakan bu Hilma.
Kalau lomba kebersihan kelas, kelasnya selalu menjadi juara semua pasti ingin menempati bekas kelasnya, bersih sekali soalnya.
Suatu upacara bendera, kami semua terkejut karena derigen yang biasa wanita kini pria, pak Gustav yang memulai Gustav juga yang mengakhiri karena sampai kami lulus tidak pernah kulihat lagi derigen pria.Gustav kami bangga kamu mewakili angkatan kita mengabdi untuk almamater tercita SMANDEL, mengabdi dalam arti yang sesungguhnya